Tantangan Berpuasa di Negara Komunis

VIVAnews - Tak sedikit warga Indonesia yang terpaksa menjalani ibadah Ramadan di negeri asing. Puasa pun semakin berat bila berada di negara yang hanya memiliki sedikit umat Muslim.



[Riris Wusananingdyah] Riris Wusananingdyah
Situasi itu pernah dirasakan oleh Riris Wusananingdyah, diplomat Indonesia yang tengah ditarik kembali ke Jakarta. Menurut Riris, dia terkesan saat menjalani ibadah puasa dan merayakan Idul Fitri di Korea Utara (Korut).

"Saat itu saya menemani suami bertugas di ibukota Korut, Pyongyang, selama 2004-2006. Menjalani ibadah puasa di sana terbilang berat karena sedikit sekali umat Muslim di sana," kenang Riris ketika berbincang dengan VIVAnews dalam suatu acara buka puasa bersama di Jakarta, Kamis 10 September 2009.

Dia mengaku tidak pernah menjumpai warga Korea Utara yang beragama Islam. Maklum, Korut merupakan negara yang menganut sistem komunis yang mengharamkan berdirinya tempat-tempat ibadah umum di negeri itu. Maka, hanya segelintir orang yang diketahui Riris menjalani ibadah puasa, itu pun sesama diplomat dari bangsa-bangsa lain. Selain diplomat, saat itu tidak ada warga Indonesia di Korut.

Pengalaman mengesankan yang lain bagi Riris saat dia bersama suami dan para sesama diplomat Indonesia melakukan salat Ied di kedutaan negara lain. "Waktu Idul Fitri kami salat Ied di Kedutaan Besar Pakistan karena mereka punya ruangan yang besar sekali. Berbagai staf kedutaan negara lain semua salat di situ," kenang Riris, yang kini menjadi staf di Biro Administrasi Menteri di Departemen Luar Negeri, Jakarta.

Setelah salah Ied, mereka kembali ke kompleks kedutaan Indonesia untuk berlebaran bersama staf, semuanya berjumlah 22 orang. "Ya sudah, kami cuma berlebaran ber-22 orang, staf semua, karena kan tidak ada warga Indonesia yang tinggal di Korea Utara," kata Riris.



Sewaktu berada di San Fransisco (AS), Pyongyang, dan Wina (Austria), selama Ramadan Riris selalu berusaha masak masakan Indonesia. "Sahur saya siapkan nasi goreng atau roti. Untuk buka puasa juga makanan Indonesia, kolak saya juga bikin karena bahan-bahan masakan Indonesia ada di sana," kata Riris.

Tantangan terbesar bagi diplomat seperti Riris selama menjalani ibadah puasa dan Idul Fitri di luar negeri adalah kangen dengan kampung halaman. "Teman-teman diplomat kadang kangen keluarga, ingin pulang kampung tapi tidak bisa," lanjut dia.

VIVAnews
By Renne R.A Kawilarang, Harriska Farida Adiati - Sabtu, September 12



Bagikan ke :

Facebook Google+ Twitter Digg Technorati Reddit
Posted by PUMITA on 8:20 AM. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

0 komentar for "Tantangan Berpuasa di Negara Komunis"

Leave a reply