Air Mata Yang Tersenyum

Ia telah pergi, bukan kepergian kesuatu tempat yang jauh dan akan kembali besuk, atau bukan pula pergi liburan dengan kepulangan suatu hari kelak. Tetapi ini adalah kepergian yang tidak pernah kembali.

Pengertian diatas menghentak setiap kita mendengar berita KEMATIAN orang-orang dekat dan para sahabat. Kata " meninggal" bukan sesuatu yang asing bagi kita dan setiap orang pernah dan berulang kali mungkin mendengarnya. Kata itu terucap kala salah satu anggota keluarga, kerabat atau sahabat pergi untuk selamanya dan spontan kita mengucapkan, "INNALILLAHI WAINNAILLAHI RAJIUN". Begitu juga yang saya dengar bulan kemarin dari didesa, tatkala keinginan untuk telpon keluarga didesa saya dengar berita kematian saudara dari ibu. Terbayang dari pembicaraan ditelpon waktu itu, seorang ibu menangis tersedu-sedu, duduk terpekur disisi anaknya yang telah meninggal. Hatinya benar-benar miris merenungi nasibnya, belum genap 1 thn mendulang masa-masa bahagia bersama anaknya yang pulang dari merantau dinegeri gingseng saat ini telah pergi dan tak kan kembali. Sang ibu harus melepas semua impiannya bersama anak semata wayang, yang meninggal karena kecelakaan waktu itu telah merenggut separuh jiwa ibu ini. Anak satu-satunya yang dibanggakannya, yang bisa membangunkan istana orang tua dengan kemewahannya, akhirnya semua jerih payah dan kekayaannnya tertinggal begitu saja. Hanya kenangan yang tersisa.......'"Ya Alloh...., aku berharap semua ini hanya mimpi belaka. Aku tak sangup,....Ya Alloh. Aku ingin lari dari mimpi buruk ini dan singgah dimimpi yang lebih indah. Jeritan sang ibu dalam hatinya tak kuasa menghadapi kenyataan yang ada dihadapannya.

Jeritan sang ibu....agar apa yang dialami hanyalah mimpi.....mungkin juga menjadi jeritan hati setiapa orang atau kita yang tertimpa musibah. Entah itu musibah kematian tanah longsor, gempa, banjir, seperti bencana yang menimpa keluarga kita di Indonesia waktu itu. Kalau boleh memilih, pastinya mereka tak ingin bersentuhan dengan kondisi yang demikian, termasuk yang kita harapkan suatu kebaikan.

Sayangnya, musibah telah menjadi bagian dari kehidupan yang tak mungkin mampu dielakkan. Musibah ibarat garam yang akan selalu ada mewarnai sayur. Ketiadaannya menjadikan sayur terasa hambar. Begitu pula kehidupan tanpa adanya musibah. Bisa dikatakan musibah penyeimbang kebahagiaan, tanpa musibah kebahagiaan menjadi tidak bermakna. Namun tidak semua orang memaknai arti musibah. Bagi sebagian orang musibah adalah bentuk dari ketidakadilan Alloh, hingga mereka atau kita meraung-raung menangisi nasib kita. Kita bila dapat musibah kadang tidak berpikir bahwa Alloh maha tahu apa yang terbaik untuk kita. Sementara lainnya dari kita juga menganggap suatu musibah sebagai bentuk kasih sayang alloh kepada hamba-Nya. Bagi kita yang percaya dan beriman kepada ketentuan Alloh musibah adalah latihan untuk menjadi insan yang lebih baik. Dalam sebuah kitab diceritakan, Abu Hasan bertemu dengan seorang wanita yang wajahnya bersinar dan berseri-seri, padahal ia dalam keadaan berduka yang dalam.

Wanita itu menceritakan dukanya pada Abu Hasan ketika suaminya menyembelih seekor kambing, anaknya yang masih kecil melihat dan memperhatikan dengan seksama. Tiba-tiba anak itu mempunyai ide untuk mempraktekkan apa yang dilihat dan dilakukan ayahnya tadi kepada adiknya. Iapun pergi dan mencari, menghampiri adiknya dan berujar, "Maukah aku tunjukkan padamu bagaimana ayah kita tadi menyembelih seekor kambing? Adiknya mengiyakan kata kakaknya dan menuruti kata kakaknya untuk berbaring. Sesaat adiknya berbaraing, sang kakakpun langsung menyembelih leher adiknya. Bukan main terkejutnyasang kakak melihat kucuran darah yang tak habis-habisnya dari leher adiknya. Iapun lari dan bersembunyi dibalik bukit. Tapi malang nasibnya, dibukit itu ia bertemu seekor serigala yang kemudian memangsanya hingga mati. Sementara itu sang ayah yang mengetahui kejadian itu langsung mencari sang anak. Namun sepanjang perjalanan ia tak kunjung menemukan buah hatinya itu sampai akhirnya ia mati kehausan. Sementara sang istri atau wanita itu gelisah menanti kedatangan suaminya dirumah. Karena tak kunjung datang jua, iapun memutuskan untuk mencari suaminya. Ketika mencari suaminya itu, dirumah ia meninggalkan sang bayi. Bayi itu melangkahmenuju periuk berisi air panas.

Ditariknya periuk itu oleh sang bayi dan tumpahlah air panas menyirami tubuh mungilnya sampai kulit tubuhnyamelempuh. Akhirnya bayi itupun tewas. Ketika mendengar berita, sang anak dari wanita itu yang telah menikah dan tinggal dilain daerah amat shock. Ia pun tak tahan dengan keadan tersebut hingga akhirnya jatuh pingsan dan meninggal seketika. Kini wanita itu tinggal sebatang kara seperti seorang ibu yang ditinggal anak semata wayangnya didesa saya. Semua orang yang dicintainya telah kembali kepada pemilikNya. Abu Hasan kemudian bertanya, "Bagaimanakah kesabaranmu dalam menghadapi musibah yang bertubi-tubi dalam hidupmu? Wanita itu menjawab, "Tiada seorangpun yang dapat membedakan antara sabar dengan mengeluh, melainkan ia menemukan diantara keduanya ada jalan yang berbeda. Adapun sabar dengan memperbaiki yang lahir, maka hal itu lebih baik dan terpuji akibatnya. Sedangkan mengeluh, sesungguhnya ia tak mendapat ganti apapun kecuali kesia-siaan belaka.

Sahabatku...dari cerita diatas, seakan menghentakkan kesadaran kita bahwa musibah bukan untuk dikeluhkan, tapi harus menjadi sarana sabar. Keluhan hanya memberi kita kesia-siaan belaka, karena sesungguhnya musibah ataupun kebahagiaan keduanya setali tiga uang. Tak ada yang istimewa dari mereka, yang istimewa adalah ketanguhan manusia dalam menghadapi musibah dan kebahagiaan dengan penuh ketaqwaan. Menghadapi musibah dengan tersenyum bukanlah sebuah hal yang mudah, hanya mereka yang paham arti musibah, yang mampu melakukannya. Walahu a'alam.

Oleh Istiani
| Kontributor Buletin Hidayah Pumita Busan
Red. PumitaBusan.COM



Bagikan ke :

Facebook Google+ Twitter Digg Technorati Reddit
Posted by PUMITA on 9:07 PM. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

0 komentar for "Air Mata Yang Tersenyum"

Leave a reply