Eksistensi Agama

Di tengah-tengah kehidupan zaman sekarang ini, dimana dengan adanya kemajuan disegala sector kehidupan telah mampu membawa satu kehidupan yang penuh dengan kemajuan dalam segala bidang. Sisi positif tersebut ternyata dibarengi pula dengan munculnya dekadensi moral, budaya, materialistic, sikap pragmatism dan menjalarnya sikap instan dimasyarakat Indonesia. Untuk itulah sepatutnya kita merenung sejenak akan eksistensi kita sebagai manusia sehingga kita tidak akan kehilangan jati diri kita sebagai manusia.

Manusia itulah satu kata yang patut kita renungkan “ Dari mana, untuk apa dan dikemanakan “ setelah sang nyawa meninggalkan jasad kasar ini. Apabila kita tengok sejenak diri kita sendiri, kita renungkan “ Betapapun tampan, gagah, cantik dan moleknya diri kita ini, ternyata kita hanyalah berasal dari segumpal daging yang bersumberkan dari air yang begitu hina”. Tidak satu perbedaan yang ada pada diri kita walau apapun kedudukannya, pangkatnya, hartanya dan juga jasadnya, kita adalah insan yang sama. Sebagai ciptaan sang Khaliqnya.

Walaupun begitu dengan potensi yang ada pada diri manusia yang berupa potensi (fitrah) akal fikiran, nafsu dan agama (kebenaran), manusia diberikan amanat untuk mengurus kehidupan di dunia ini, dalam rangka menciptakan satu bentuk kehidupan yang penuh dengan keberkahan dan limpahan kasih sayang atau yang lebih dikenal dengan istilah tugas kholifatullah (wakil Allah di dunia ini).

Sisi tugas khlifatullah tersebut harus pula dibarengi realisasi tugas Abdullah ( hamba Allah ) yaitu mengabdikan, menghambakan dan menyerahkan oenuh segala apa yang kita perbuat untuk mendekatkan diri pada Allah Subhanahu Wata’ala. Tapi sayang, kenyataan ini manusia lebih banyak disibukkan dengan satu masalah perut dan kemaluan (nafsu seksualitas). Siang malam manusia bekerja dengan menghilangkan eksistensi (keberadaan) Allah Subhanahu Wata’ala. Sungguh tragis kehidupan ini, kapan semua ini berakhir..?! Satu pertanyaan mudah tapipenuh misterius ini akan bisa kita jawab, ketika kita tahu dikemanakan manusia ini setelah sang nyawa pergi dari jiwa ini.

Satu ungkapan indah sering terlontarkan ketika berada ditengah-tengah jama’ah masjid-masjid, mushola-mushola dan surau-surau dimana anak-anak secara bersama-sama melatunkan pujian. “Ojo siro banget-banget nekmu urip ono dunyo. Malaikat juru pati nglirik-ngilirik marang siro, Olehe nglirik malaikat arep nyabut nyowo iro, olehe nyabut angenteni dawuhe kang moho mulyo. Sak wise didawuhi banjur tandang karo kondo, aku iki mung sak dermo kowe ora keno semoyo”. ( janganlah kamu berlebih-lebihan dalam hidup didunia ini, malaikat selalu melihat kita, untuk mengambil nyawa kita, mengambilnya nyawa menunggu perintah Allah Subhanahu Wata’ala. Setelah diperintah, langsung bertindak dengan berkata ; aku ini hanya makhluk Allah, kamu (manusia) tidak boleh mengulur-ulur waktu).

Kalau kita tahu bahwa kita ini menghadap pengadilan Allah Subhanahu Wata’ala, pastilah kita akan selalu instrospeksi diri (melihat diri) kita sendiri. Seberapa banyak nikmat yang telah kita terima, kita rasakan dan kita pergunakan setiap hari. Dibandingkan dengan seberapa ibadah yang telah kita lakukan dalam pengabdian kita terhadap sang Kuasa. Pantaskah, layakkah kita ini menghadap sang Kuasa dengan lusuhnya tubuh ini yang berlumurkan dosa dan nista. Sungguh hina kita dihadapan sang Kuasa. Maka dari itu tak pantas kita berbangga diri dengan apa yang ada pada diri kita, itu hanyalah amanat tuk diabdikan sama sang Kuasa.

Selamat berinstrospeksi bersama-sama tuk menuju insan kamil yang akan menggapai satu kehidupan yang penuh kebahagiaan di dunia dan akhirat, Amiin.

Oleh : Agus Salim ( Amir Pumita Busan Periode 2003-2004 )
Red. PumitaBusan.COM



Bagikan ke :

Facebook Google+ Twitter Digg Technorati Reddit
Posted by PUMITA on 9:54 PM. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response or trackback to this entry

0 komentar for "Eksistensi Agama"

Leave a reply